Nasionalisme dan Islamophobia ~ Akhir - akhir ini tagline "NKRI HARGA MATI" melambung. Hal ini ditopang oleh masifnya pemberitaan media tentang perusak kebhinekaan versi mereka. Beberapa kasus sengaja dilambungkan dengan dijadikan headlines media massa selama berminggu - minggu, menjadi topik perdebatan tak berakhir tujuannya hanya satu, melambungkan tagline "NKRI HARGA MATI".
Kasus terpelesetnya lidah Ahok - Basuki Tjahaja Purnama - di kepulauan seribu yang menyatakan "Jangan mau bapak - ibu dibohongi pakai surat Al - Ma'idah : 51" telah memancing reaksi umat Islam. Dimotori oleh Habib Rizieq dengan FPInya, mereka melakukan beragam aksi untuk mengecam Ahok. Tapi sayangnya, aksi yang berjalan dan berakhir secara damai, diberitakan dengan negatif oleh media. Tokoh - tokoh yang sebenarnya hanya menuntut hal sepele; Ahok diberi hukuman sesuai Undang - Undang malah ditangkap dengan dituduh melakukan kegiatan makar. Lebih lagi, ayah salah satu pasangan calon gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono, dituduh sebagai salah satu aktor makar tersebut. Hal yang kupikir sangat tidak realistis, bagaimana bisa seorang yang mengabdi selama 10 tahun hidupnya untuk negara dengan memegang teguh asas demokrasi dan keutuhan NKRI dianggap seorang perusak kebhinekaan ?
Kasus Ahok usai, Umat Islam digemparkan oleh 2 pernyataan yang kontroversial di mata umat muslim. Yang pertama ialah pernyataan dari seorang siswi SMA, Afi Nihaya Faradisa dengan sebuah tulisannya di akun FB miliknya, berjudul "Warisan". Tulisan ini lantas di boomingkan oleh berbagai media mainstream menimbulkan framing bahwa Umat Islam selama ini tidak berbuat seperti apa yang telah dituliskan oleh kawan kita, Afi. Terlebih lagi dasar pemikiran Afi yang liberal dalam tulisan tersebut membawa kontroversi lebih lanjut.
Pernyataan yang terbaru dan paling hangat datang dari tokoh Islam Indonesia, K.H. Said Aqil Siradj, Ketua Umum Ormas terbesar di Indonesia Nahdlatul 'Ulama yang dimana melontarlan 2 pernyataan ; Radikalisme di kampus, terutama Masjid Salman dan juga “Melihat film porno lebih baik dari pada menonton ceramah provokatif dari teroris. Karena kalau lihat porno, pasti sambil beristighfar,”. Langsung saja pernyataan ini digoreng oleh Metro TV dengan Mata Najwa-nya, bertopik "Menangkal yang Radikal"
Tak berhenti sampai disitu, baru beberapa hari ini, Umat Islam Indonesia kembali berduka, dengan meledaknya bom kampun melayu. Uniknya bom ini menyasar polisi yang sedang mengawal pawai damai FPI. FPI yang disasar namun Islam Radikal beserta ormasnya yang dianggap radikal versi media dituduh menjadi penyebab meningkatnya radikalisme perusak kebangsaan di Indonesia belakngan ini.
Melihat kenyataan belakangan ini, seburukkah ajaran agama kami ?
Sebenarnya nasionalisme yang mereka dengungkan atau Islamophobia yang sedang melanda negeri ini ? Di satu sisi, Ajaran dan Syariat Islam semakin tidak tampak di negeri ini. Di sisi lain, ajaran import yang sebenarnya merusak keutuhan negeri ini dibiarkan tumbuh subur, yaitu liberalisme dan sekularisme.
Sebuah statement "Negera lain berlomba - lomba dalam hal sains, namun kita masih sibuk dalam permasalahan agama" sering kita dengar. Heyy, apakah kalian lupa negeri ini ada karena faktor agama ?. Tokoh kemerdekaan Nasional seperti Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro menggunakan semangat Islam untuk membangkitkan rasa nasionalisme-religius, Terlebih lagi, orang yang fanatik dengan agama banyak dipermasalahkan, namun orang yang fanatik dengan penyakit remaja, seperti pacaran tidak dipermasalahkan. Mengingat sebuah statement dari Proklamator kita, bung Karno, "Beri aku seorang pemuda maka akan kuguncang dunia". Lalu bagaimana bisa pemuda yang hanya sibuk dengan cinta dan pacaran bisa mengubah dunia ? Bukankah ini sama aja dengan merusak Indonesia melalui rusaknya generasi pemuda Indonesia yang semakin jauh dengan agamanya.
Pemikiran liberalisme juga semakin tumbuh dalam dada pemuda Muslim. Mereka ditakut - takuti akan syariat Islam melalui berbagai macam media. Banyak umat muslim yang menganggap orang yang berjenggot, bergamis, hingga isbal disebut sebagai kelompok radikal. Bahkan sampai sampai ada umat muslim yang milih - milih masjid hanya karena gamau sholat ditempat yang dimana banyak orang berjenggot dan bercelana cungklang disana. Sebaliknya pemuda Muslim semakin tidak jelas batas - batas agamanya dengan non - muslim. Mereka mulai meninggalkan agamanya dari berbagai sendi kehidupannya, bahkan nyaris tak lagi dipakai agamannya kecuali jika sedang Sholat.
Jadi ini semua Nasionalisme atau Islamophobia ?
29 Mei 2017,
Muhammad HA
Kasus terpelesetnya lidah Ahok - Basuki Tjahaja Purnama - di kepulauan seribu yang menyatakan "Jangan mau bapak - ibu dibohongi pakai surat Al - Ma'idah : 51" telah memancing reaksi umat Islam. Dimotori oleh Habib Rizieq dengan FPInya, mereka melakukan beragam aksi untuk mengecam Ahok. Tapi sayangnya, aksi yang berjalan dan berakhir secara damai, diberitakan dengan negatif oleh media. Tokoh - tokoh yang sebenarnya hanya menuntut hal sepele; Ahok diberi hukuman sesuai Undang - Undang malah ditangkap dengan dituduh melakukan kegiatan makar. Lebih lagi, ayah salah satu pasangan calon gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono, dituduh sebagai salah satu aktor makar tersebut. Hal yang kupikir sangat tidak realistis, bagaimana bisa seorang yang mengabdi selama 10 tahun hidupnya untuk negara dengan memegang teguh asas demokrasi dan keutuhan NKRI dianggap seorang perusak kebhinekaan ?
Kasus Ahok usai, Umat Islam digemparkan oleh 2 pernyataan yang kontroversial di mata umat muslim. Yang pertama ialah pernyataan dari seorang siswi SMA, Afi Nihaya Faradisa dengan sebuah tulisannya di akun FB miliknya, berjudul "Warisan". Tulisan ini lantas di boomingkan oleh berbagai media mainstream menimbulkan framing bahwa Umat Islam selama ini tidak berbuat seperti apa yang telah dituliskan oleh kawan kita, Afi. Terlebih lagi dasar pemikiran Afi yang liberal dalam tulisan tersebut membawa kontroversi lebih lanjut.
Pernyataan yang terbaru dan paling hangat datang dari tokoh Islam Indonesia, K.H. Said Aqil Siradj, Ketua Umum Ormas terbesar di Indonesia Nahdlatul 'Ulama yang dimana melontarlan 2 pernyataan ; Radikalisme di kampus, terutama Masjid Salman dan juga “Melihat film porno lebih baik dari pada menonton ceramah provokatif dari teroris. Karena kalau lihat porno, pasti sambil beristighfar,”. Langsung saja pernyataan ini digoreng oleh Metro TV dengan Mata Najwa-nya, bertopik "Menangkal yang Radikal"
Tak berhenti sampai disitu, baru beberapa hari ini, Umat Islam Indonesia kembali berduka, dengan meledaknya bom kampun melayu. Uniknya bom ini menyasar polisi yang sedang mengawal pawai damai FPI. FPI yang disasar namun Islam Radikal beserta ormasnya yang dianggap radikal versi media dituduh menjadi penyebab meningkatnya radikalisme perusak kebangsaan di Indonesia belakngan ini.
Melihat kenyataan belakangan ini, seburukkah ajaran agama kami ?
Sebenarnya nasionalisme yang mereka dengungkan atau Islamophobia yang sedang melanda negeri ini ? Di satu sisi, Ajaran dan Syariat Islam semakin tidak tampak di negeri ini. Di sisi lain, ajaran import yang sebenarnya merusak keutuhan negeri ini dibiarkan tumbuh subur, yaitu liberalisme dan sekularisme.
Sebuah statement "Negera lain berlomba - lomba dalam hal sains, namun kita masih sibuk dalam permasalahan agama" sering kita dengar. Heyy, apakah kalian lupa negeri ini ada karena faktor agama ?. Tokoh kemerdekaan Nasional seperti Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro menggunakan semangat Islam untuk membangkitkan rasa nasionalisme-religius, Terlebih lagi, orang yang fanatik dengan agama banyak dipermasalahkan, namun orang yang fanatik dengan penyakit remaja, seperti pacaran tidak dipermasalahkan. Mengingat sebuah statement dari Proklamator kita, bung Karno, "Beri aku seorang pemuda maka akan kuguncang dunia". Lalu bagaimana bisa pemuda yang hanya sibuk dengan cinta dan pacaran bisa mengubah dunia ? Bukankah ini sama aja dengan merusak Indonesia melalui rusaknya generasi pemuda Indonesia yang semakin jauh dengan agamanya.
Pemikiran liberalisme juga semakin tumbuh dalam dada pemuda Muslim. Mereka ditakut - takuti akan syariat Islam melalui berbagai macam media. Banyak umat muslim yang menganggap orang yang berjenggot, bergamis, hingga isbal disebut sebagai kelompok radikal. Bahkan sampai sampai ada umat muslim yang milih - milih masjid hanya karena gamau sholat ditempat yang dimana banyak orang berjenggot dan bercelana cungklang disana. Sebaliknya pemuda Muslim semakin tidak jelas batas - batas agamanya dengan non - muslim. Mereka mulai meninggalkan agamanya dari berbagai sendi kehidupannya, bahkan nyaris tak lagi dipakai agamannya kecuali jika sedang Sholat.
Jadi ini semua Nasionalisme atau Islamophobia ?
29 Mei 2017,
Muhammad HA
0 komentar:
Posting Komentar